PT PLN (Persero) menandatangani nota kesepahaman (MoU) pembiayaan dengan Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW) bank pembangunan Jerman untuk mempercepat transisi energi di Indonesia.
Penandatanganan ini diambil sebagai bentuk dukungan finansial untuk mendorong transformasi sektor energi yang bernilai EUR 665 juta atau senilai Rp10,7 triliun.
Sinthya Roesly Direktur Keuangan PLN dalam keterangan yang diterima suarasurabaya.net, Rabu (1/3/2023) mengatakan, dukungan pembiayaan ini penting untuk mempercepat program transisi energi. Salah satunya, untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen pada tahun 2030, dan mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.
“Tentu saja semua ini dilakukan untuk mendukung percepatan transisi energi di Indonesia. Kerja sama PLN dan KfW asal Jerman ini telah berlangsung 42 tahun, dan ini komitmen PLN untuk meningkatkan porsi energi terbarukan ke bauran energi,” kata Sinthya.
Dia mengatakan, dukungan pembiayaan dalam perjanjian ini mencakup proyek dan program yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan seperti matahari, angin, air, panas bumi, hingga peningkatan jaringan transmisi, dan distribusi, serta dukungan kelembagaan kepada PLN.
Sementara Bernd Loewen Chief Financial Officer (CFO) KfW Group menjelaskan, KfW Bank berkomitmen untuk mendukung PLN mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.
“Bekerja sama dalam dekarbonisasi sektor energi akan menjadi salah satu bidang fokus utama KfW dalam beberapa dekade mendatang, kami berharap dukungan ini membuat PLN lebih fokus,” jelasnya.
Kami mendukung Indonesia untuk mengembangkan sektor energi secara berkelanjutan dan ramah iklim untuk mengamankan pasokan listrik jangka panjang dan hemat biaya untuk seluruh penduduk,” imbuh Loewen.
Lebih jauh dia mengungkapkan bahwa kerja sama ini tidak hanya berdampak pada Indonesia dan PLN. Menurut Loewen, dampaknya juga pada ekonomi di seluruh dunia termasuk Jerman.
CFO KfW Group itu menambahkan, Jerman sangat mendukung langkah PLN dalam transisi energi. Ia menilai, bahwa dalam proses transisi energi memang diperlukan kolaborasi sehingga pola yang sama bisa diadopsi dengan negara dan pihak lain.
“Kerja sama ini merupakan tonggak baru. Kami mendukung langkah Indonesia dalam pencapaian implementasi transisi energi, juga karena kami ingin meniru model kemitraan ini, sehingga lebih banyak negara untuk mendaftar,” pungkas Loewen. (bil/ipg)